Senin, 26 Desember 2011

Surat Untuk Penguasa Kukar

Malam ini, antrian penyebrangan kapal fery klotok terpanjang yang pernah aku alami. Fantastis! Tenggarong tercinta berubah 90 derajat dari 5 minggu sebelumnya. Jika dulu kita bisa menempuh jarak Tenggarong-Samarinda 25 menit, sekarang bisa jadi 3 jam. Dan jika dulu kita tidak perlu menyisihkan uang 25 ribu untuk sekali penyebrangan, sekarang setidaknya 50 ribu harus siap untuk pulang pergi. Mungkin jumlah itu sedikit untuk pengeluaran sekali seminggu. Tapi, bagaimana jika seminggu 2-3 kali? Perspektif sedikit karna aku dibiayai oleh perusahaan. Bagaimana dengan masyarakat dengan biaya pribadi? Mungkin kesalahan masyarakat juga karna memilih kapal klotok ini, padahal sudah disiapkan kapal fery besar dan gratis, hahahaha... Yang benar saja jika harus menunggu paling cepat 3 jam baru dapat giliran? Aku yakin dalam waktu 2 bulan lagi, masyarakat akan kehabisan kesabaran. Kalau sudah begini, siapa yang pantas disalahkan? Bukan masalah namanya jika tidak ada yang bersalah. Intinya, penyebab runtuhnya jembatan mahakam 2 adalah murni human error. Bukan bencana alam, artinya pasti ada pihak yang harus bertanggung jawab disitu. Siapa pihak tersebut?! Pastilah bukan aku yang bertugas mencari tahu tentang itu, setidaknya ada tim yang memang bertugas untuk melakukan investigasi. Tapi, kenapa prosesnya lama sekali ya? Sengaja ditutupi atau memang tidak mampu melakukan investigasi? Memang, mudah bagi ku berkoar-koar karna aku bukan diposisi mereka. Tapi seandainya aku punya kekuasaan, pasti pihak tersebut akan aku tekan terus menerus untuk bekerja lebih cepat lagi. Siapa pihak yang berkuasa atau berwenang untuk melakukan tindak lanjut masalah ini? Sudah pasti pemimpin/penguasa Tenggarong ini yang aku anggap telat tanggap dan agak lamban dalam bekerja. Jangan tersinggung dulu. Aku tau bagaimana sulitnya mengurus sebuah kabupaten, mengurus sebuah perusahaan dengan 200 karyawan saja lumayan memusingkan. Tapi setidaknya dalam perusahaan tersebut aku punya kuasa untuk memerintahkan bawahan ku agar secepatnya melakukan tindakan jika terjadi insiden/masalah dalam operasional. Dan apabila bawahan ku anggap lamban, maka aku lah yang akan mengerjakannya. Tidak masalah kalau aku harus terjun ke lapangan melakukan pekerjaan yang sebenarnya bukan tugas ku, daripada banyak pihak yang dirugikan akibat lamban nya penyelesaian. So, bagaimana jika aku tawarkan pada pemimpin untuk mengikuti cara kerjaku saja? Memang tidak semudah bicara, tidak segampang itu, harus ada prosedur ini dan itu, tidak bisa menyalahi aturan, bla bla bla. Tapi, jika seseorang berkuasa didalam suatu daerah, bukankah itu hal yang mudah untuk dilakukan? Biarkan pihak lain memprotes sikap semau-maunya asalkan dilandaskan pada kepentingan orang banyak. Daripada mengharap satu pihak yang kerjanya tidak maksimal justru merugikan orang banyak. Selama sikap/keputusan/kebijakan/perbuatan yang kita lakukan untuk kebaikan orang lain, tidak ada yang bisa menyalahkan kita? Ada alasan bijaksana yang mendasari perbuatan kita. --- Malam ini, aku harus ngantri penyebrangan kapal fery. Kurang lebih 50 mobil didepan ku yang menunggu giliran, jika kapal tradisional begini banyak nya apalagi kapal fery besar disana? Bayangkan bagaimana menderitanya kami harus seperti ini sampai 5 tahun kedepan nanti. Waktu yang seharusnya bisa kami gunakan untuk istirahat ataupun menambah penghasilan jadi terbuang sia-sia. Apalagi jika tubuh lagi sakit, rasanya semakin tambah sakit dengan keadaan yang seperti itu. Seperti yang aku rasakan saat ini, aku minta jemput jabbar naik motor ke seberang. Bahkan, motor pun tidak kalah antri nya dengan mobil. Dalam kumpulan para pengantri motor, ada tukang bakso dengan rombong motornya, ada anak bayi, balita dengan orang tuanya, padahal jelas-jelas aku bosan dengan antrian itu. Tapi tukang bakso yang keberatan membawa motor plus rombongnya dan anak balita itu tetap saja berwajah ceria, membuat aku terenyuh, bagaimana jika mereka menjadi korban kapal klotok yang nekat beroperasi demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan transportasi air? Masyarakat seperti mengantarkan nyawa menggunakan kapal tradisional ini, tapi beginilah nasib kami warga tenggarong. Pasrah saja pada keadaan, siapa yang peduli?! Kami sudah bersyukur tidak menjadi korban jembatan, dan sangat berduka atas korban-korban yang sebagian nya adalah orang yang kami kenal. Lantas, bukan nya kami mengeluh atas keadaan sekarang ini, kami hanya bercerita. Berharap ada yang mendengar. Karna, bagi pemimpin/pejabat yang ada di tenggarong mungkin agak kesulitan merasakan diposisi seperti kami, karna mereka punya dermaga dan kapal khusus untuk mereka pergunakan sendiri. Bahkan, jika MERASA telah melakukan sesuatu tapi mentok juga. Alangkah baiknya jika para penguasa ada disini bersama kami melalui situasi ini. Bersama-sama ngantri, memotivasi, memberi kami semangat, bersikap peduli. Bagaimana seharusnya seorang pemimpin yang bijaksana lah... Memposisikan diri diposisi orang lain. Jika pemimpin saja ikhlas/rela menjalani ini, apalagi kami... Aku yakin, masyarakat tidak menuntut hal-hal yang berlebihan. Masyarakat tenggarong cukup maklum. Masyarakat hanya butuh para pemimpin ADA! Ada untuk merasakan bersama-sama. Bukan dengan bersikap seolah-olah tidak ADA apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar